
![]() |
Batik Lasem Motif Naga |
Salah satu versi mengenai sejarah awal keberadaan Batik Lasem ialah berasal dari Serat Badra Santi dari Mpu santi Badra yang ditulis pada tahun 1479 Masehi dan diterjemakan oleh U.P Ramadharma S. Reksowardojo pada tahun 1966, yang menyatakan bahwa pada tahun 1335 Saka (1413 Masehi), salah seorang nakhoda kapal dari armada bahari kekaisaran Ming di Tiongkok di bawah pimpinan Laksamana Cheng ho (digelari Ma Sam Po atau Dampu Awang) yang berjulukan Bi Nang Un, mendarat bersama istrinya yang berjulukan Na Li Ni di pantai Regol Kadipaten Lasem yang kini disebut sebagai pantai Binangun. Bi Nang Un ialah seorang yang berasal dari Campa yaitu salah satu nama wilayah di Indocina sekitar Vietnam, Kamboja dan Laos yang pada ketika itu menjadi kepingan wilayah kekaisaran Dinasti Ming.
Na Li Ni ialah seorang yang menyukai dan menguasai banyak sekali kesenian ibarat seni tari dan seni membatik. Saat Putri Na Li Ni mendarat di Lasem, ia melihat sebagian besar rakyat di Lasem hidup sangat miskin. Kemudian Na Li Ni tergerak untuk mengajarkan seni membatik dan seni menari kepada putra-putrinya serta para cukup umur putri lainnya di Taman Banjar Mlati Kemadhung dan mulai memikirkan semoga sanggup membatik dengan baik dan lebih berseni.
![]() |
Kapal Ekspedisi Laksamana Cheng Ho |
Dalam perkembangan kemudian, masyarakat Lasem terutama yang Tiong Hoa banyak yang menjadi pengusaha batik sehingga pada ketika itu hampir seluruh pengusaha batik di Lasem ialah merupakan keturunan Tiong Hoa. Oleh lantaran itu, tidaklah mengherankan kalau motif dan pewarnaan Batik Lasem lebih banyak dipengaruhi oleh budaya Tiongkok. Namun kini, menjadi pengusaha batik tidak hanya ditekuni oleh masyarakat keturunan Tionghoa saja tetapi juga ditekuni oleh masyarakat Jawa.
Salah satu karakteristik yang menonjol dari Batik Lasem ialah lantaran batik Lasem merupakan hasil akulturasi budaya Tiongkok di pesisir pulau Jawa.
Namun demikian, Batik Lasem berbeda dengan batik Encim dari Pekalongan terutama dalam tatawarnanya yang lebih mengacu pada tatawarna benda-benda porselin dari Dinasti Ming ibarat warna merah, biru, merah biru, merah-biru dan hijau. Selain itu kontribusi nama pada sehelai kain Batik Lasem pada umumnya berdasarkan tatawarnanya dan bukan berdasarkan pada ragam hias ibarat pada penamaan batik dari kawasan lain di Indonesia. Oleh lantaran itu, terdapat istilah Bang-bangan, kelengan, Bang biru, Bang-biru-ijo. Tatawarna ini merupakan khas batik tiga negeri yang ketiga warnanya dicelupkan ditempat yang berbeda-beda, yaitu warna sogan di Solo, warna merah di Lasem dan warna biru di Pekalongan.
Untuk pembuatan sehelai kain batik tulis Lasem diharapkan waktu yang cukup usang yaitu antara tiga hingga enam bulan dan gres sanggup dipasarkan. Hal ini mengingat alat-alat yang digunakan masih sangat tradisional dan semua tahapan pembuatannya dilakukan dengan memakai tangan.
Batik Lasem terdiri dari dua jenis, yaitu batik Lasem kuno dan batik Lasem modern. Batik Lasem kuno dibentuk sekitar kala 20. Semua kain batik tersebut merupakan kain batik tulis dan masih memakai pewarna alami. Batik Lasem modern ialah batik Lasem yang dibentuk sesudah kemerdekaan Indonesia, masih mempertahankan tehnik batik tulis namun sudah memakai pewarna kimia.
Berdasarkan hasil analisis pada batik Lasem modern ditemukan motif yang serupa dengan motif batik Lasem kuno, ibarat motif pohon hayat dari India dan motif buketan dari Belanda. Hal ini menawarkan penerapan ragam hias batik Lasem kuno dengan batik Lasem modern masih mempunyai hubungan yang erat. Sama halnya dengan batik Lasem kuno, batik Lasem modern juga masih memadukan beberapa unsur budaya gila di dalamnya, salah satu budaya yang paling kuat ialah budaya Tiongkok. Selain itu batik Lasem kuno dan Batik Lasem modern hingga ketika ini masih mempertahankan teknik canting dalam proses membatik. Meskipun demikian pengusaha batik Lasem pernah memproduksi batik cap, tetapi lantaran tidak bisa bersaing dengan batik printing dari kawasan lain, maka pengusaha tersebut kembali memakai teknik membatik tradisional yaitu memakai canting dalam proses membatik. Batik tulis yang diproduksi mempunyai keunggulan tersendiri dibandingkan dengan batik cap maupun printing, selain itu juga mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Oleh lantaran itu, teknik yang memakai canting tersebut masih dipertahankan hingga ketika ini.
Batik Lasem kuno merupakan batik yang dibentuk sekitar kala ke-14 hingga dengan sebelum kemerdekaan RI, sedangkan batik Lasem modern merupakan batik yang dibentuk sesudah kemerdekaan RI hingga dengan ketika ini. Sampel batik Lasem kuno yang penulis peroleh dibentuk sekitar kala ke-20. Berdasarkan data-data tersebut sanggup dilihat bahwa batik Lasem kuno merupakan perpaduan dari beberapa budaya, yaitu budaya Champa, Belanda, Jawa, serta budaya yang paling kuat ialah budaya Tiongkok. Hal ini dikarenakan dahulu para pengusaha batik Lasem pada umumnya ialah keturunan Tiongkok, konsumen mereka pun sebagian besar ialah keturunan Tiongkok di Lasem atau di kawasan lainnya, oleh lantaran itu motif yang digunakan ialah motif-motif yang berasal dari budaya mereka sendiri. Motif yang sering digunakan ialah motif yang melambangkan keberuntungan, kebahagiaan, kesehatan, dsb. Beda halnya dengan batik Lasem modern yang banyak memakai ragam hias gres ibarat latohan, gunung ringgit, kricak, dll. Motif-motif gres tersebut menimbulkan kehidupan sosial masyarakat di Lasem sebagai sumber inspirasi.
Berdasarkan sampel yang ada, sanggup diketahui bahwa pembatik zaman dulu sangat mementingkan kualitas kain batik. Hal ini sanggup dilihat dari gambar yang sangat halus yang dibentuk melalui teknik canting, serta warna lembut yang diperoleh dari materi pewarna alami yang memerlukan proses yang cukup usang dalam pengerjaannya. Batik Lasem modern tidak memerlukan waktu yang usang dalam pengerjaannya dan motif yang digambarkan pada batik Lasem modern pun sudah tidak sehalus batik Lasem kuno. Hal ini disebabkan lantaran para pembatik ketika ini lebih mementingkan nilai ekonomi. Selain itu, batik Lasem modern sudah memakai materi pewarna kimia yang akan menciptakan proses pembatikan menjadi lebih cepat dan praktis, sehingga mereka akan semakin cepat menerima keuntungan.
Hasil final kain batik Lasem kuno pada umumnya dijadikan sebagai kain panjang ataupun sarung. Selain itu juga sanggup dijadikan sebagai tokwi untuk keperluan sembahyang, seprei ataupun tirai pintu yang digunakan ketika upacara pernikahan. Begitu juga dengan hasil final kain batik Lasem modern yang masih sanggup dijadikan sebagai kain panjag maupun sarung. Tetapi seiring perkembangan zaman, hasil final kain batik Lasem modern sanggup dibentuk sebagai materi baku untuk menciptakan pakaian ataupun tas.
![]() |
Batik Lasem Klasik |
Untuk pembuatan sehelai kain batik tulis Lasem diharapkan waktu yang cukup usang yaitu antara tiga hingga enam bulan dan gres sanggup dipasarkan. Hal ini mengingat alat-alat yang digunakan masih sangat tradisional dan semua tahapan pembuatannya dilakukan dengan memakai tangan.
![]() |
Batik Lasem Modern Motif Naga |
Berdasarkan hasil analisis pada batik Lasem modern ditemukan motif yang serupa dengan motif batik Lasem kuno, ibarat motif pohon hayat dari India dan motif buketan dari Belanda. Hal ini menawarkan penerapan ragam hias batik Lasem kuno dengan batik Lasem modern masih mempunyai hubungan yang erat. Sama halnya dengan batik Lasem kuno, batik Lasem modern juga masih memadukan beberapa unsur budaya gila di dalamnya, salah satu budaya yang paling kuat ialah budaya Tiongkok. Selain itu batik Lasem kuno dan Batik Lasem modern hingga ketika ini masih mempertahankan teknik canting dalam proses membatik. Meskipun demikian pengusaha batik Lasem pernah memproduksi batik cap, tetapi lantaran tidak bisa bersaing dengan batik printing dari kawasan lain, maka pengusaha tersebut kembali memakai teknik membatik tradisional yaitu memakai canting dalam proses membatik. Batik tulis yang diproduksi mempunyai keunggulan tersendiri dibandingkan dengan batik cap maupun printing, selain itu juga mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Oleh lantaran itu, teknik yang memakai canting tersebut masih dipertahankan hingga ketika ini.
Batik Lasem kuno merupakan batik yang dibentuk sekitar kala ke-14 hingga dengan sebelum kemerdekaan RI, sedangkan batik Lasem modern merupakan batik yang dibentuk sesudah kemerdekaan RI hingga dengan ketika ini. Sampel batik Lasem kuno yang penulis peroleh dibentuk sekitar kala ke-20. Berdasarkan data-data tersebut sanggup dilihat bahwa batik Lasem kuno merupakan perpaduan dari beberapa budaya, yaitu budaya Champa, Belanda, Jawa, serta budaya yang paling kuat ialah budaya Tiongkok. Hal ini dikarenakan dahulu para pengusaha batik Lasem pada umumnya ialah keturunan Tiongkok, konsumen mereka pun sebagian besar ialah keturunan Tiongkok di Lasem atau di kawasan lainnya, oleh lantaran itu motif yang digunakan ialah motif-motif yang berasal dari budaya mereka sendiri. Motif yang sering digunakan ialah motif yang melambangkan keberuntungan, kebahagiaan, kesehatan, dsb. Beda halnya dengan batik Lasem modern yang banyak memakai ragam hias gres ibarat latohan, gunung ringgit, kricak, dll. Motif-motif gres tersebut menimbulkan kehidupan sosial masyarakat di Lasem sebagai sumber inspirasi.
Berdasarkan sampel yang ada, sanggup diketahui bahwa pembatik zaman dulu sangat mementingkan kualitas kain batik. Hal ini sanggup dilihat dari gambar yang sangat halus yang dibentuk melalui teknik canting, serta warna lembut yang diperoleh dari materi pewarna alami yang memerlukan proses yang cukup usang dalam pengerjaannya. Batik Lasem modern tidak memerlukan waktu yang usang dalam pengerjaannya dan motif yang digambarkan pada batik Lasem modern pun sudah tidak sehalus batik Lasem kuno. Hal ini disebabkan lantaran para pembatik ketika ini lebih mementingkan nilai ekonomi. Selain itu, batik Lasem modern sudah memakai materi pewarna kimia yang akan menciptakan proses pembatikan menjadi lebih cepat dan praktis, sehingga mereka akan semakin cepat menerima keuntungan.
Hasil final kain batik Lasem kuno pada umumnya dijadikan sebagai kain panjang ataupun sarung. Selain itu juga sanggup dijadikan sebagai tokwi untuk keperluan sembahyang, seprei ataupun tirai pintu yang digunakan ketika upacara pernikahan. Begitu juga dengan hasil final kain batik Lasem modern yang masih sanggup dijadikan sebagai kain panjag maupun sarung. Tetapi seiring perkembangan zaman, hasil final kain batik Lasem modern sanggup dibentuk sebagai materi baku untuk menciptakan pakaian ataupun tas.