
![]() |
Batik Pagi Sore |
Sebagai imbas adanya perang dunia II, perdagangan mori dan obat pewarna terputus, sehingga persediaan menipis. Kalaupun ada, harganya sangat mahal. Pada masa ini pembatik Pekalongan menciptakan batik baru, yang lebih rumit dan dibentuk dengan sistem padat karya, dengan tujuan memperlambat produksi tetapi tidak kehilangan pekerja. Para pengusaha batik ketika itu melaksanakan pembiasaan produk batik kepada penguasa gres dengan maksud semoga mereka menerima daerah di pemerintahan. Batik Djawa Hokokai dibentuk di perusahaan batik orang Indo-Eropa, Indo-Arab, dan Peranakan, yang diharuskan bekerja untuk orang-orang Jepang, dengan bantalan an alasannya yaitu kualitas pekerjaan mereka yang sangat halus. Sedangkan kain katunnya dipasok oleh orang-orang yang ditunjuk oleh tentara pendudukan Jepang.
Pola pagi-sore menggambarkan suasana ketika itu di mana kain sangat terbatas sehingga pembatik mempunyai banyak waktu untuk mengerjakan selembar kain dengan ragam hias yang padat. Sebagian batik Djawa Hokokai ada yang menggunakan susumoyo yaitu motif yang dimulai dari salah satu pojok dan menyebar ke tepi-tepi kain tetapi tidak bersambung dengan motif serupa dari pojok yang berlawanan.
Kupu-kupu merupakan salah satu motif hias yang menonjol selain bunga. Meskipun kupu-kupu tidak mempunyai arti khusus untuk masyarakat Jepang, tetapi orang Jepang sangat menyukai kupu-kupu. Motif secara umum dikuasai lainnya yaitu bunga. Yang paling sering muncul yaitu bunga sakura (cherry) dan krisant, dahlia, anggrek, mawar, lili, dan teratai. Sedangkan motif yang lain yaitu burung, dan selalu burung merak yang merupakan lambang keindahan dan keanggunan. Motif ini dianggap berasal dari Cina dan kemudian masuk ke Jepang.